Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Dakshina

Gambar
Peringatan! Terdapat dramatisir adegan di beberapa bagian cerita, tetapi tetap mempertahankan garis besar cerita asli. Terimakasih. Sesaat sebelum tubuh Senapati Agung Kurawa, Resi Drona ambruk, dipikirannya hanya ada Ekalawya. Anak itu, pikirnya. Tak berselang lama, pedang Drestadyumena memenggal kepala Drona. Drona mati seketika sesuai sumpah Ekalawya. Sebenarnya Drona sudah tahu akan ada bencana besar terjadi padanya ketika Bisma meninggal di hari kesepuluh Perang Kurukshetra. Drona menggantikan posisinya sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa. Segala strategi dan formasi Cakrabhuya yang disusunnya seakan sia-sia ketika berhadapan dengan Dresta. Ditambah lagi semangatnya berkurang ketika salah mengira Aswatama, putranya sudah meninggal. Apapun itu, Ia tahu ada campur tangan arwah Ekalawya di dalamnya. Anak itu, pikirnya. *** Ekalawya Aku sangat benci sekaligus hormat padanya. Aku jauh-jauh datang meninggalkan kaumku hanya untuk ditolak menjadi muridnya. Apa yang salah denganku? A

Pet

Gambar
“Dek, pengen kali Abang makan lappet kayak punya Opung Buan dulu,” kata suamiku setengah kesakitan. Dia sedang menjalani kemoterapi untuk kesekian kalinya. Aku tertegun. Permintaannya sederhana sekali tetapi tidak bagiku. Jarak kami dipisahkan ratusan ribu kilometer dari kampung. Terakhir berhubungan dengan Opung Buan pun sudah berpuluhtahun yang lalu. Sebenarnya ada alasan lain yang membuat aku enggan menanggapi permintaannya. Mari kuceritakan. Itupun kalau kau mau tahu. Begini, aku sangat jarang ke dapur. Hubunganku dengannya bagai minyak dan air. Aku ke dapur hanya mengambil dan mencuci piring gelas bekas makanku. Aku musuh bebuyutan dengan proses memasak tetapi berteman akrab dengan makanan. Toh ada aplikasi. Banyak yang menjual makanan di mana-mana. Suamilah yang lebih sering di dapur. Itu pun dapur restoran milik kami. “Dek, tolong ya Dek. Manatau mati Abang besok,” pintanya sambil memelas. Kupegang erat tangannya. Sejak didiagnosa sakit baru kali ini Abang meminta makanan khusus

Pele

Gambar
“Aku gak mau tau ya, Uta. Kau bilang tadi dekat lokasinya tapi sampai sekarang gak sampe-sampe kita. Pokoknya harus pulang kita,” tuntutku. “Iya. Selo kau,Jos. Sikit lagi sampenya, cuma bikin napuran, anggir sama rokok ininya kita ke kuburan Opung Luhut. Siap itu langsung pulang,” kata Uta meyakinkanku. Bodoh kalau aku tertipu dua kali, batinku. Setengah mati aku menyesali keputusanku menemaninya ke Harangan. Hanya karena semangkuk mie gomak kugadaikan diriku. Aku terus merutuk sambil mengikutinya. “Uta, tunggulah aku. Ya Tuhan. O Uta … ,” teriakku frustasi. Aku berlari lebih kencang setelah mendengar suara mendesis di balik pohon. Uta sudah jauh sekali di depan. Dia melenggang dengan tangan membawa plastik sajen. Menoleh pun dia tidak. Tukkik. Makiku lagi dalam hati. Aku berlari mengejarnya sambil membawa plastik berisi bunga tabur dan jerigen parsuapan. Berat bukan main. Diperbudak aku bah. Dia yang perlu aku yang capek, batinku. Baru kusadari setelah perjalanan jauh. Hari semakin